Xanthorrhizol dalam temulawak mampu membasmi bakteri patogen penyebab karang gigi. “Kami menemukan xanthorrizol yang diisolasi dari Curcuma xanthorrhiza memiliki aktivitas anti kariogenik dan anti inflammatory,” kata Prof. Jae Kwan Hwang dari Departemen Bioteknologi Universitas Yonsei, Korea Selatan dalam acara Simposium Internasional Pertama Temulawak bertajuk ‘Curcuma xanthorrhiza as an Essential Indonesian Herbal Medicine toward Healthy Life’ Selasa (27/5) yang digelar Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB di IPB International Convention Center (IICC).
Kandungan xanthorrhizol dalam temulawak sebanyak 21 persen. Kelebihan senyawa xanthorrhizol antara lain tidak berwarna, tidak berbau, tidak volatil (menguap), tahan panas dan keasaman. Sayangnya senyawa ini rasanya sangat pahit.
Prof. Jae Kwan menjelaskan hasil penelitian menunjukkan Xanthorrhizol memiliki aktivitas antibakeri tertinggi dalam melawan bakteri jenis Streptococcus. Khususnya Streptococcus mutans, penyebab karies gigi. Hanya dengan dua mikro gram per milliliter, Xanthorrhizol berhasil membasmi Streptococcus mutans dalam semenit. Xanthorrhizol juga membasmi Actinomyces viscosus dan Porphyromonas gingivalis penyebab penyakit periodontitis (gigi berdarah dan lepasnya gigi).
Temulawak atau dalam Bahasa Inggris disebut java turmeric ini, secara tradisional digunakan untuk menyembuhkan penyakit perut, hati, konstipasi, pembuluh darah pecah, demam anak-anak, kulit kasar, disentri dan sebagainya. Dilaporkan curcuma xanthorrhizol juga memiliki kemampuan antitumor, anti kanker, anti diabetes, hipotriceriakademik, anti inflamantori, hepatoprotective, anti mikroba, dan anti lemak.
“Dengan teknologi modern, Korea Selatan telah memproduksi pasta gigi, minuman dan makanan fungsional, produk kosmetik, disinfektan, obat-obatan dan berbagai peralatan rumah tangga berbahan baku temulawak,” jelas Prof. Jae Kwan. Di Korea Selatan temulawak dikenal dengan nama yellow curcuma.
Tantangan pengembangan industri obatan-obatan berbahan dasar temulawak di Indonesia yang perlu diperhatikan, kata Prof. Jae Kwan, antara lain: budidaya dan standar temulawak yang sesuai industri, teknologi ekstraksi dan penghilang flavour yang kuat, formulasi yang tepat, serta keamanan dan uji klinis pada manusia. Prof. Jae Kwan menyarankan didirikannya Pusat Studi Temulawak Nasional.
Prof. Ikuo Saiki dari Bagian Pharmacognosy Departemen Natural Medicine, Universitas Toyama Jepang menyampaikan kemampuan kunyit dalam menghambat dan membunuh sel kanker. Hepatocellular carcinoma (HCC), salah satu tumor paling terkenal di dunia, dan penyakit kanker ketiga yang menyebabkan kematian kaum pria di Jepang.“Kami mendemonstrasikan secara oral pada mencit yang terkena HCC. Hasilnya temulawak berhasil mendorong proses penghambatan metastatis dan sel tumor,” kata Prof. Ikuo Saiki. Sedangkan dengan metode in vitro, temulawak menyebabkan perubahan formasi stress fiber (urat stress) dalam sel kanker. Ini berarti temulawak mungkin telah menghambat satu atau beberapa protein penghambat. Protein (protein binding) tersebut dikenal dengan Rho family Glucose Tri Phosphate. Protein ini menutup aktivasi protein kinase C (PKC). Namun demikian, menurut Prof. Ikuo, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi temuan ini.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Prof. Lathifah K. Darusman mengatakan simposium internasional pertama ini diikuti lebih dari 250 peserta dari berbagai negara, diantaranya; Cina, India, Singapura, Malaysia, Belanda, Korea, dan Jepang . “Dalam simposium ini akan menampilkan sepuluh pembicara kunci dari berbagai negara tersebut. Selain itu menampilkan 28 presentasi penelitian dan 54 presentasi poster,” ujar Prof. Latifah.
Dalam sambutannnya, Rektor IPB, Dr. Herry Suhardiyanto menjelaskan masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan bahan alami dari pengetahuan nenek moyangnya. Rektor mencontohkan penggunaan tanaman obat, hewan dan mikroba sebagai pencegah dan penyembuh alternatif, termasuk sebagai food suplement. ” IPB yang memiliki core competences di bidang pertanian tropis juga turut berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan penelitian biofarmaka di Indonesia.” Salah satunya, menurut Rektor dengan mendirikan pusat studi yang fokus pada pengembangan biofarmaka. IPB bekerjasama dengan pemerintah berkontribusi dalam menetapkan kebijakan nasional biofarmaka di Indonesia. “Sebagai bentuk nyata peran IPB tersebut pada hari Kebangkitan Jamu Nasional yang jatuh pada tanggal 27 Mei ini, IPB menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan University of Chinese Medicine dari Cina,” kata Rektor.
Kerjasama ini mencakup investigasi seleksi obat-obatan herbal yang digunakan di Indonesia dan Cina, training obat-obatan herbal, dan pengembangan kurikulum pendidikan obat-obatan herbal di Indonesia. Dalam rangka kerjasama ini, IPB diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara hari itu juga.
Simposium dan Ekspo yang terselenggaran berkat kerjasama dengan Departemen Kesehatan, Kementrian Koordinasi Ekonomi, Departemen Pertanian, Departemen Pendidikan, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (Badan POM), Kementrian Koordinasi Kesejahteraan, Asosiasi Obat-obatan Tradisional dan Herbal Indonesia, Universitas Yonsei Korea Selatan dan Universitas Pakuan ini berlangsung tiga hari. (ris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon pendapat dan koreksi